Ketika Cinta Bertasbih bag:4

ia tidak berperan menciptakannya.Ia menganggur. Sama se-perti makhluk yang menganggur. Jadi ia bukan Tuhan dan tidak bisa disebutT uhan.

Atau kemungkinan kedua, T uhan-tuhan itu bekerja sama menciptakan matahari. Matahari diciptakan dengan keroyok - an. Jika demikian, jelas jelas mereka bukanlah Tuhan Yang Maha Kuasa. Sebab mereka lemah. Bagaimana tidak. Untuk menciptakan matahari saja mereka harus bekerja sama. Tidak bisa menciptakan sendiri. Kekuasaan-Nya tidak mutlak. Yang terbatas kekuasaanya berarti lemah dan tidak layak disebut sebagai T uhan.

Jika Tuhan itu lebih dari satu, bisa saja terjadi pembagian tugas. Ada yang bertugas mencipta matahari, ada yang bertu - gas mencipta bumi, ada yang bertugas mencipta langit dan seterusnya. Jika demikian, mereka bukan T uhan Yang Maha Kuasa. Sebab pembagian tugas itu menunjukkan kelemahan, menunjukkan ketidak-mahakuasaan. Tuhan yang sesungguh- nya adalah Tuhan Yang menciptakan dan menguasai seru sekalian alam. T uhan yang menciptakan alam semesta ini de- ngan kekuasaan-Nya yang sempurna. Tuhan yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Dan yang memiliki sifat maha sem- purna seperti itu hanya ada satu, yaitu Allah Swt. Dialah Tuhan yang sesungguhnya. Sebab tidak ada yang memprok- lamirkan diri sebagai pencipta alam semesta ini kecuali hanya Allah Swt.
"Seandainya pada keduanya (di langit dan di bumi) ada
tuhan- tuhan selain Allah, tentu keduanya telah binasa. Maha suci
Allah yang memiliki ‘Arsy dari apa yang mereka sifatkan”2

Pemuda bemama Khairul Azzam itu masih menatap ke arah laut. Matahari masih satu jengkal di atas laut. Sebentar lagi matahari itu akan tenggelam. Warna kuning keemasan bersepuh kemerahan yang terpancar dati bola matahari menampilkan pemandangan luar biasa indah. Ia jadi ingat sabda Nabi, ''Sessungguhnya Allah itu indah dan mencintai kein-
dahan."
"Subhanallah!" Kembali ia bertasbih dalam hati.

Ia terus menikmati detik-detik pergantian siang dan malam yang indah itu. Cahaya matahari seperti masuk ke dalam laut yang perlahan menjadi gelap. Siang seolah olah masuk ke dalam perut malam. Matahari hilang tenggelam. Lalu perlahan bulan datang.S ubhanallah. Siapakah yang mengatur ini semua? Siapakah yang mampu memasukkan siang ke dalam perut malam? Seketika azan berkumandang menjawab pertanyaan itu dengan suara lantang: Allaahu Akbar! Allaahu Akbar! Allah Maha Besar. Allah Maha Besar. Ya, hanya Allah Yang Maha Besar kekuasaan-Nyalah yang mampu memasuk-kan siang ke dalam perut malam. Dan memasukkan malam ke dalam perut siang.
"Tidakkah engkau memperhatikan, bahwa Allah memasukkan

malam ke dalam siang dan memasukan siang ke dalam malam dan Dia menundukkan matahari dan bulan, masing-masing beredar sampai kepada waktu yang ditentukan. Sungguh Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan."3

Malam mulai membentangkan jubah hitamnya. Lampu- lampu jalan berpendaran. Alexandria memperlihatkan sihirnya yang lain. Sihir malamnya yang tak kalah indahnya. Kelap- kelip lampu kota yang mendapat julukan "Sang Pengantin Laut Mediterania" itu bagai tebaran intan berlian. Khairul Azzam menutup gorden jendela kamarnya. Ia bergegas untuk shalat di masjid yang jaraknya tak jauh dari hotel.

Saat tangannya menyentuh gagang pintu hendak keluar, telpon di kamarnya berdering. Ia terdiam sesaat. Ia menatap telpon yang sedang berdering itu sesaat dan terus membuka pintu lalu melangkah keluar. “Kalau dia benar-benar perlu, nanti pasti nelpon lagi setelah shalat. Apa tidak tahu ini saat- nya shalat," lirihnya menuju lift.