Ketika Cinta Bertasbih bag:o1

SENJA BERTASBIH
DI ALEXANDRIA
Di matanya, Kota Alexandria sore itu tampak begitu memesona. Cahaya mataharinya yang kuning keemasan seolah menyepuh atap-atap rumah, gedung -gedung, menara-menara, dan kendaraan -kendaraan yang lalu lalang di jalan. Semburat cahaya kuning yang terpantul dari riak gelombang di pantai menciptakan aura ketenangan dan kedamaian.

Di atas pasir pantai yang putih, anak-anak masih asyik bermain kejar-kejaran. Ada juga yang bermain rumah-rumah- an dari pasir. Di tangan anak-anak itu pasir pasir putih tampak seumpama butir-butir emas yang lembut berkilauan diterpa sinar matahari senja.
Di beberapa tempat, di sepanjang pantai, sepasang muda-
mudi tampak bercengkerama mesra. Di antara mereka masih
ada yang membawa buku-buku tebal di tangan. Menandakan mereka baru saja dari kampus dan belum sempat pulang ke ru- mah. Suasana senja di pantai rupanya lebih menarik bagi me- reka daripada suasana senja di rumah. Bercengkerama dengan pujaan hati rupanya lebih mereka pilih daripada berceng- kerama dengan keluarga; ayah, ibu, adik dan kakak di rumah.

Di mana-mana muda-mudi yang sedang jatuh cinta sama. Senja menjadi waktu istimewa bagi mereka. W aktu untuk ber- temu, saling memandang, duduk berdampingan dan bercerita yang indah-indah. Saat itu yang ada dalam hati dan pikiran mereka adalah pesona sang kekasih yang dicin ta. T ak terlintas sedikit pun bahwa senja yang indah yang mereka lalui itu akan menjadi saksi sejarah bagi mereka kelak. Ya, kelak ketika masa muda mereka harus dipertanggungjawabkan di hadapan Sang Pencipta Cinta. Dan jatuh cinta mereka pun harus dipertang- gung jawabkan kepada-Nya: Di hadapan pengadilan Dzat Yang Maha Adil, yang tidak ada sedikit pun kezaliman dan ketidakadilan di sana.

Di matanya, Kota Alexandria sore itu tampak begitu indah.Ia memandang ke arah pantai. Ombaknya berbuih putih. Bergelombang naik turun. Berkejar kejaran menampakkan keriangan yang sangat menawan. Semilir angin mengalirkan kesejukan. Suara desaunya benar -benar terasa seumpama de- sau suara zikir alam yang menciptakan suasana tenteram.

Dari jendela kamarnya yang terletak di lantai lima Hotel Al Haram, ia menyaksikan sihir itu. Di matanya, Alexandria sore itu telah membuatnya seolah tak lagi berada di dunia. Namun di sebuah alam yang hanya dipenuhi keindahan dan kedamaian saja.

Sesungguhnya bukan semata-mata cuaca dan suasana menjelang musim semi yang membuat Alexandria senja itu begitu memesona. Bukan semata-mata sihir matahari senja